“Sayang.. Aku gendutan, nggak?”
Dear, cowok-cowok. Kalo kamu ditanya begitu sama cewekmu yang memang gendutan, kamu mau jawab apa? Di beberapa situasi, terkadang kita nggak punya pilihan selain bohong, atau jujur yang maksudnya sebenarnya tuh baik, tapi malah dinilai sebaliknya. Setelahnya, ada impact negatif yang timbul terhadap diri sendiri dan tentu orang lain saat salah satu atau kedua hal itu terjadi.
Dalam interaksi sehari-hari, sering banget terjadi keadaan yang nggak jarang bikin kamu serba salah. Terlebih kamu orang yang nggak pengin ambil pusing buat masalah yang datang, maunya cepat selesai, lalu melupakan detil-detil kecil yang berpengaruh ke depannya.
Well, apa pun yang kita lakukan pasti ada motivasi atau alasan yang mendasari dilakukannya perilaku tersebut. Nah, berangkat dari hal itu, Kanda pengin mengelaborasi dua hal itu. Kuy!
Bohong pada momennya
Untuk tujuan apa pun, kebohongan yang terucap jelas salah dan… dosa. Tapi singkirkan sejenak bohong itu dosa. Akan sangat baik, bila kita membiasakan diri untuk nggak bohong. Seterpaksa apa, sih, kamu sampai harus bohong?
Katakanlah, bohong yang baik itu adalah kebohongan yang terucap untuk menghindari konflik dan masalah baru, bukan kebohongan berlandaskan kepentingan ego semata, seperti ketika kamu udah ketauan salah banget tapi malah denial, fitnah orang lain, lalu flaming ke mana-mana demi menyelamatkan nama baik yang sebenarnya udah hancur akibat perilaku buruk.
In a very serious case, bohong untuk hal kayak gitu adalah the highest level of shit. Berbohonglah pada momen yang memang seharusnya, untuk menyelamatkan value baik atau orang yang seharusnya nggak tertimpa masalah tersebut, that’s the good lie for good reason.
Jujur nggak harus nyakitin
Beberapa kejujuran kadang terlalu menyakitkan untuk diketahui, mendengar fakta mengejutkan yang di luar ekspektasi atau perkiraan, so sad but true lah istilahnya. Banyak orang yang beranggapan beranggapan, semenyakitkan apa pun sebuah kejujuran, itu lebih baik daripada seribu kebohongan yang menghibur. Memang betul.
Tapi, kalo kamu bisa jujur tanpa harus menyakiti, why not? Oke, sekali pun itu memang menyakitkan, kamu tetap bisa mengurangi impact menyakitkan itu saat menjelaskannya kepada orang yang bersangkutan.
Dalam permasalahan yang menyangkut kejujuran, pasti akan ada konfirmasi perihal kebenaran yang kamu lakuin kepada orang yang bersangkutan. Benar nggak yang kamu katakan? Siap nggak orang itu mendengarnya? Apakah ada konfrontasi setelahnya? Coba telaah sudut pandang yang tepat.
Well, kita ambil kasus, kamu punya pacar yang make up-nya berlebihan. Okay, kamu mengerti tujuan dia dandan supaya terlihat cantik di mata kamu. Tapi kamu sebenarnya nggak nyaman dengan hal itu. Lantas akhirnya kamu bilang sama pacarmu bahwa selama ini dia itu dandannya berlebihan, tapi gimana cara menjelaskannya tanpa harus menyakitinya?
Tentu hal pertama yang kamu lakukan adalah mengemas kalimat yang ingin kamu sampaikan terlebih dahulu dengan sehalus mungkin dengan nada yang nggak terdengar nge-judge yang menjatuhkan. Misal bilang dengan nada sinis, “Sayang, aku tuh sebenarnya nggak suka tau kamu dandan gitu, biar dibilang apa sih? Cakep enggak tapi malah mirip biduan dangdut pantura..”
Kalo kamu ngomong dengan kalimat kayak gitu, udah pastilah dia nangis sambil mencak-mencak kamu jahat terus nusuk nyiramkamu pakai lahar, atau lebih buruknya diam seribu bahasa lalu nyewa pembunuh bayaran buat nganyutin kamu di laut Somalia.
Coba deh kalimat yang terkesan nge-judge nan menjatuhkan itu dipilah dan diubah dengan kemasan yang lebih subtle dan lebih enak didengar plus terkesan mengoreksi untuk mencari solusi, seperti, “Sayang, boleh nggak aku bilang di mata aku, kamu tuh udah cantik banget lho tanpa make up. Kamu cukup pakai bedak aja bawaannya bikin aku mau buru-buru malam pertama..”
Wadudeh, denger kalimat kayak gitu pacarmu pasti nyubit sayang sambil senyam-senyum dengan wajah
Dari ketiga perilaku tersebut, kiranya baik buat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari supaya kelangsungan interaksi dan silaturahmi sosial dengan orang lain senantiasa terjaga.
Semoga bermangpaat yes, omong-omong di antara terpaksa bohong, dan jujur itu, mana yang sering kamu lakuin? (MN/Falen Pratama)
0 comments:
Post a Comment