Upaya
perbaikan perumahan harus menjadi prioritas guna meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat. Kesimpulan ini terungkap dari hasil penelitian Social and Public Health Sciences Unit, Medical Research Council dari Glasgow, Inggris yang dirilis baru-baru ini.
Walau sudah banyak riset mengenai perumahan dan kesehatan di dunia, penelitian yang telah diterbitkan dalam Cochrane Library ini unik karena tidak hanya berlaku untuk penduduk miskin di negara berkembang – baik mereka yang tinggal di pedesaan atau di pemukiman kumuh di perkotaan – namun juga bagi penduduk dari negara maju yang dianggap sudah memiliki perumahan yang layak.
Satu hal yang menjadi catatan tim peneliti, masih sulit untuk memisahkan faktor sosial dan ekonomi, seperti kemiskinan, dengan buruknya fasilitas perumahan dan dampaknya terhadap kesehatan.
Tim peneliti menganalisis 39 hasil penelitian dari seluruh dunia. Dalam penelitian yang dilakukan di negara maju, perbaikan fasilitas perumahan yang diperlukan mencakup renovasi, relokasi, membangun bangunan baru, termasuk instalasi pemanas dan penyekat ruangan.
Renovasi dalah memerbaiki tempat tinggal yang sudah tidak layak huni sesuai dengan prinsip kesehatan, seperti ventilasi yang baik, sirkulasi udara yang cukup, pemanas dan penyekat ruangan yang layak (terutama untuk rumah di negara empat musim). Sementara relokasi adalah pemindahan perumahan dari lokasi yang tidak memenuhi syarat tata ruang dan kesehatan ke lokasi yang baru.
Di kota-kota besar di negara berkembang seperti Jakarta, perumahan kumuh banyak terlihat di sepanjang daerah aliran sungai. Perumahan kumuh juga banyak ditemui di sepanjang rel kereta api. Masalah ini telah berpuluh-puluh tahun tidak terselesaikan walau pemerintah memiliki sumber daya dan kapasitas untuk memerbaikinya.
Kegagalan memberikan prioritas ke masalah riil di masyarakat, seperti pemukiman kumuh, tidak hanya menurunkan kualitas kesehatan, namun juga menurunkan kualitas lingkungan, memicu masalah baru seperti banjir, polusi serta hilangnya ruang terbuka hijau.
Baik di negara miskin maupun di negara maju, masalah pemukiman kumuh selalu terkait dengan masalah sanitasi. Laporan UNICEF dan WHO menyebutkan, dunia telah gagal memenuhi Target Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) di bidang sanitasi. Dari data terakhir terungkap, hanya 63% populasi dunia yang memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Pada 2015, jumlah ini hanya akan mencapai 67% – jauh di bawah Target Pembangunan Milenium yang 75%. Hijauku.com telah menurunkan laporan ini.
Secara umum, penelitian dari Glasgow ini menyimpulkan, rumah yang sehat adalah rumah yang bersih, hangat, memiliki sistem sanitasi, ventilasi dan sirkulasi udara yang layak. Rumah yang sehat juga dibangun dengan bahan yang ramah lingkungan serta menggunakan energi yang bersih dan terbarukan. Rumah juga harus memiliki luas yang cukup sesuai dengan kebutuhan penghuninya.
Kondisi ini akan meningkatkan kualitas kesehatan terutama bagi penduduk yang rentan terkena gangguan pernafasan. “Perbaikan perumahan adalah investasi guna memerbaiki kualitas kesehatan. Perbaikan yang tertarget akan membawa manfaat lebih besar dibanding perbaikan lingkungan secara umum,” ujar Hilary Thomson yang memimpin penelitian ini. (MN/Hijauku)
0 comments:
Post a Comment