Tapi saat mendengar ceritanya, Kanda merasa seperti ditampar pake kaki body guard-nya Obama. Ternyata apa yang selama ini dia perlihatkan itu sisi luarnya. Singkat cerita, meskipun kehidupannya yang serba ada, tapi isinya hanya kekosongan. Dia merasa sangat kesepian, dia lebih menyedihkan dari Hatchi si lebah yang mencari ibunya.
Oke, karena harus tetap menjaga privasi, Kanda konversi ceritanya lewat poin-poin di bawah ini aja ya. Dan tolong kamu jangan marah karena cerita yang kamu baca itu karangan aja, biar dramatis gitu. HAHAHAHA. Oke maaf.
Nonton bareng di ruang keluarga
Sekarang kebanyakan setiap anggota keluarga udah punya tv sendiri di kamarnya masing-masing. Jadi kegiatan nonton bareng di ruang keluarga itu udah langka. Padahal nonton bareng di ruang keluarga itu seru banget, apalagi pas momen rebutan remot, remot drone.
Si Mama pengin nonton sinetron sambil mencak-mencak ke tokoh antagonisnya, si Papa maunya serius nyimak berita, si Adek ngedumel pengin nonton pelem kartun favoritnya, dan ujung-ujungnya kamu cuma kebagian nonton mereka bertiga menempuh jalan nyewa pengacara demi mengakhiri pertumpahan darah dan mendapatkan hak kepemilikan remot tv.
WKWKWKWK…
Sarapan pagi bersama
Bentrokan jadwal aktivitas yang terjadi di antara kamu dan keluarga sering bikin ritual sarapan pagi bersama terlewati begitu aja. Sebenarnya mengawali hari yang baik dan sempurna itu ya dengan duduk di meja makan bersama anggota keluarga, menikmati sarapan sambil saling menyemangati dan mendoakan untuk menjalani hari, dan keluar dari pintu rumah dengan langkah seirama.
Tapi kenyataan berkata lain. Papamu pasti berangkat ke kantor dari pagi sehingga nggak mungkin nungguin kamu dan saudaramu bangun. Sedangkan saat pagi kamu, adik, dan kakakmu baru merem dengan kantong mata segede bunker anti-nuklir gara-gara kebiasaan begadang.
Cuma si Mama doang yang sendirian berdiri di sudut dapur dengan luka yang disembunyikannya. Ya, tentu Mama kamu merasa sedih meratapi makanan yang dia masak penuh cinta tergeletak tak berdaya sejak uap panas mengepul sampai menjadi dingin di meja makan, lalu berakhir di tong sampah.
Ironis…
Piknik pas weekend
Setelah enam hari dalam seminggu diperbudak kesibukan, kadang adanya weekend pun nggak berguna ketika semua anggota keluarga udah punya kegiatan sakral masing-masing.
Kamu jalan sama teman, pacar atau gebetan. Mama pergi arisan ibu-ibu komplek. Papa tidur di kamarnya capek abis ngerjain lemburan. Dan si Adek atau Kakak udah punya agendanya sendiri seperti ngejalanin hobi.
Nihil sudah acara piknik ke taman, pergi ke pantai, tamasya ke taman, atau jalan-jalan ke luar kota buat refresing. Padahal piknik itu menjadi kegiatan seru untuk menyatukan kembali jarak yang ditimbulkan oleh kesibukan sehari-hari.
Sedih…
Ngobrol empat mata
Jujur aja Kanda ngerasa tercekat pas nulis poin ini. Udah cukup saat ngumpul rame-rame, tapi kepala pada nunduk dengan mata fokus ke layar hape. Kehadiran di tempat nongkrong cuma dihargai dengan update-an Path.
Apakah perilaku buruk ini harus juga terjadi di lingkungan keluarga? Ngobrol empat mata itu perlu. Nggak usah empat mata deh, ngobrol biasa ngebahas hal-hal penting juga nggak apa-apa. Yang penting komunikasi tiap anggota keluarga itu tetap terjaga. Masa kamu lebih dekat sama orang lain daripada keluarga sendiri?
Bayangin deh, ketika kamu pengin ngobrol sama anggota keluarga, tapi mereka fokus sama gadget-nya. Atau sebaliknya. Posisikan diri kamu sebagai orang tua yang ketika pengin ngobrol sama anak, tapi mata anakmu terbius oleh kecanggihan teknologi selama berjam-jam.
Menguap sudah keinginan cerita di dalam kepala yang hendak disampaikan ketika sebuah kalimat terucap dengan nada remeh.
“Ceritanya nanti aja ya, Ma. Aku lagi sibuk chat sama temen-temenku nih..”
Maka, bukan sebuah hal yang aneh ketika obrolan empat mata itu baru bisa tercipta ketika kesalahan pelik terjadi di suatu hari.
Sekali lagi… Ironis.
Menjalankan ibadah bersama
Di poin terakhir ini, silakan kamu bayangkan sendiri bagaimana redupnya cahaya keluarga ketika agama yang tertulis di kartu tanda penduduk, memang hanya sekedar tulisan formalitas.
Begitulah faktanya yang terjadi di keluarga zaman sekarang. Ketika keluarga hanyalah menjadi tempat tiap pondasi nyawa tinggal dan tumbuh, tapi tanpa makna dan menikmati kebahagiaan semu dalam senyum palsu ketika kegiatan-kegiatan yang Kanda sebutkan itu nggak perlah dilakukan.
Semoga aja keluargamu bukan termasuk kategori seperti itu ya. Jika memang begitu, semoga setelah membaca artikel ini kamu berinisiatif mengubahnya supaya ikatan keluarga itu tetap erat.
Ingat, harta yang paling berharga itu adalah keluarga. Hanya keluargalah yang tulus menerimamu pulang dalam keadaan terburuk sekali pun. Kalo harta paling berharga aja nggak dijaga, bagaimana kamu bisa bahagia ketika nggak lagi punya apa-apa?
Ada tambahan? (MN/Falen Pratama)
0 comments:
Post a Comment