Upaya meningkatkan peran serta pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu)
April dan Juli 2014 ini, merupakan salah satu cara untuk melakukan
pencegahan pemanasan global di Indonesia terus berlanjut.
Pencegahan pemanasan global dapat dilakukan dengan memilih para calon
wakil rakyat serta pemimpin nasional, yang dinilai memiliki visi misi
serta program yang jelas mengenai pelestarian lingkungan. Lingkungan dan
hutan Indonesia saat ini pada kondisi yang sudah rusak parah, akibat
kebijakan yang memungkinkan bebasnya aktivitas pertambangan dan
pembabatan hutan secara liar.
Dikatakan oleh Pendiri Yayasan Perspektif Baru, Wimar Witoelar, peran
masyarakat khususnya generasi muda dalam mencegah bertambah parahnya
pemanasan global, dapat dilakukan dengan memilih wakil rakyat dan
pemimpin yang memiliki rekam jejak serta kepedulian terhadap lingkungan.
“Jumlah pemilih muda (17-28 tahun) pada Pemilu 2014 diperkirakan
sekitar 53 juta orang, dari total pemilih Indonesia yang mencapai
sekitar 170 juta jiwa. Maka peran generasi muda yang hampir mencapai
sepertiga jumlah pemilih sangat menentukan arah pemerintahan lima tahun
kedepan,” kata Wimar Witoelar, ditemui pada doalog bertema Gunakan Hak
Pilihmu, Hindari Bencana Pemanasan Global, di Universitas Airlangga
Surabaya, Kamis (20/3).
Pentingnya mengangkat isu lingkungan hidup khususnya pemanasan
global, didasari pada minimnya pemahaman masyarakat mengenai isu
lingkungan, terlebih para calon anggota legislatif yang akan bertugas
membuat peraturan perundang-undangan.
“Upaya mengurangi pemanasan global memerlukan political will semua
pihak, untuk mengubah kerangka kebijakan pemerintah ke arah yang pro
lingkungan. Maka menggunakan hak pilih pada Pemilu nanti sangatlah
penting,” ujar mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.
LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional mencatat
terdapat sekitar 93 persen calon anggota legislatif merupakan calon yang
sebelumnya menjabat di DPR RI, sedangkan sisanya merupakan wajah baru.
Menurut Direktur Walhi Nasional, Abetnego Tarigan, dari calon anggota
legislatif itu hanya sekitar 7 persen yang dinilai memiliki integritas,
komitmen, kepemimpinan serta kompetensi yang mencukupi, termasuk
memahami persoalan di bidang lingkungan hidup. Bila terpilih kembali,
Abetnego mengkhawatirkan bahwa agenda penyelamatan lingkungan tidak akan
berjalan dengan baik.
“Kalau terpilih lagi rawan, karena dilihat dari efektivitas Komisi 7
atau di daerah Komisi D, pertanyaannya apa yang mereka kerjakan selama
ini. Ini menjadi penting karena soal banjir di Jakarta, banjir bandang
di Manado, tidak ada komentar dari mereka. Soal kabut asap hanya
bersifat normatif, sehingga terkesan tidak ada keberpihakan. Tapi ketika
membicarakan soal lain seperti mineral, batu bara dan minyak gas, semua
ikut berbicara, ini yang berbahaya karena mengedepankan yang
eksploitatif,” jabar Abetnego Tarigan kepada Mongabay-Indonesia.
Perubahan iklim ujar Abetnego merupakan suatu hal yang pasti hadir di
tengah masyarakat yang tidak dapat dihindari, yang disebabkan oleh
akumulasi persoalan lingkungan yang selama ini terjadi. Maka pemahaman
dan penyikapan yang benar mengenai isu lingkungan harus dimiliki para
anggota legislatif, agar dapat membuat kebijakan yang memihak kepada
kelestarian lingkungan.
“Anggaran untuk penanganan perubahan iklim banyak yang bersifat
hibah. Kedepan kita tidak bisa lagi mengandalkan hibah dari Norwegia,
Inggris, tapi kita harus lebih mengedepankan kekuatan dalam negeri,
APBN. Tapi apakah DPR kita mengerti persoalan lingkungan, butuh
keberpihakan dan perhatian pada isu itu,” tuturnya.
Maka Walhi mendorong setiap aktivis lingkungan untuk masuk pada ruang
politik, untuk memperjuangkan isu lingkungan pada partai politik yang
dimasukinya.
“Setiap ada kesempatan apakah kampanye, seminar dan undnagan diskusi,
walhi melayani. Tanggungjawab kita menyuarakan seluas-luasnya, termasuk
media juga memainkan peran penting,” ucapnya.
Wimar Witoelar mengatakan, proses politik menjadi kunci mengenai
bagaimana nasib hutan dan lingkungan di Indonesia, yang harus mengatur
pelaksanaan dan payung hukum mengenai perlindungan serta pengelolaan
hutan.
“Moratorium harus dilanjutkan sambil memastikan perijinan pengelolaan
hutan tidak sampai mengubah fungsinya secara sembarangan.Keputusan MK
nomor 35 dengan peraturan dan perangkat hukum dibawahnya harus menjadi
peraturan yang berjalan, agar masyarakat bisa mengelola hutannya
sendiri,” ujar Wimar Witoelar.
Gita Syahrani, dari Partner on Climate Change and Green Investment
Indoconsultancy mengatakan, upaya mengurangi pemanasan global telah
dilakukan pemerintah Indonesia pada 2013, melalui berbagai kebijakan
seperti inisiatif satu peta, perpanjangan moratorium pemberian ijin baru
dan penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut, serta pendirian
Badan Pengelola REDD+ di Indonesia.
“Pemilihan wakil rakyat yang berpihak pada lingkungan akan mendukung
keberlanjutan komitmen pemerintah sebelumnya, yang menjanjikan
pengurangan emisi karbon dalam upaya mengurangi pemanasan global dan
perubahan iklim. Maka generasi muda menjadi penentu arah masa depan
Indonesia,” kata Gita Syahrani.
Abetnego Tarigan juga berharap, agar isu lingkungan dimunculkan dalam
debat kandidat Presiden mendatang, sehingga masyarakat dapat mengetahui
sejauh mana pemahaman serta program kerja pemimpin nasional kedepan
yang berpihak pada isu pelestarian lingkungan.
“Masyarakat yang wilayahnya tercemar harus bisa menanyakan itu.
Karena persoalan lingkungan tidak bisa dikompensasi dengan uang. Yang
bisa adalah pemulihan, yang ini menjadi penting untuk didorong oleh
Walhi,” tukas Abetnego.
Walhi menginginkan isu lingkungan menjadi isu strategis yang penting,
karena persoalan lingkungan adalah persoalan keamanan non tradisonal
yang dapat menciptakan kerusuhan, kemiskinan serta dampak sosial ekonomi
lainnya.
“Kita akan lihat juga platform ekonominya seperti apa. Kita dorong
itu di 9 Juli yang saya yakin rakyat sudah cerdas, meski bisa saja tidak
memilih karena tidak ada yang dianggap tepat. Selanjutnya harus ada
sesuatu yang dilakukan seperti politik alternatif, gerakan alternatif,
yang intinya isu lingkungan tidak dipinggirkan,” tandasnya.
Sementara Wimar Witoelar berharap masyarakat semakin meningkat
pendidikannya, agar semakin memahami hak politiknya yang sangat
menentukan arah bangsa kedepan.
“Jangan pilih lagi orang yang membela kepentingan pengusaha di hutan,
yang melakukan perusakan lingkungan. Juga orang yang memiliki rekam
jejak melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia,” pungkas Wimar. (MN/petrus rizky/greenpeace)
Hanya 7% Calon Anggota Legislatif DPR-RI Paham Isu Lingkungan
Related Articles
Kalau kamu suka artikel DMY Official Klik Disini, atau berlangganan untuk menerima konten yang lebih besar persis seperti itu.
0 comments:
Post a Comment